Pengertian Letter of Credit
Yang dimaksud dengan letter
of credit adalah letter of credit yang diterbitkan oleh bank dengan segala
macam sifat dan jenisnya. Dalam transaksi jual beli antara eksportir dan importir,
penggunaan L/C merupakan cara yang paling aman bagi eksportir maupun importir,
karena adanya kepastian bahwa pembayaran akan dilakukan syarat L/C dipenuhi. Namun demikian cara penbayaran ini biasanya relative
lebih besar dibanding dengan pembayaran yang lain.
Atas L/C yang dibuka oleh
importir, eksportir atau supplier di luar negeri diberikan hak untuk menarik
wesel sebesar nilai harga barang yang dikirimnya atas nama importir. Wesel ini
beserta dokumen – dokumen pengapalan barangnya oleh eksportir diserahkan kepada
bank koresponden yang menjadi penerima L/C untuk diambil alih.
Pembayaran yang dilakukan
atas dasar L/C tersebut berarti bank korensponden membayar lebih dulu atas nama
bank pembuka L/C, sehingga tampaknya ada unsur kredit. Jangka waktu antara
pembayaran yang dilakukan bank penerima L/C dengan pembayaran yang dilakukan
oleh bank pembuka L/C dikenakan sekedar bunga. Karena pembayaran atas dasar L/C
ini diberlakukan berdasarkan dokumen pengapalan barang, maka L/C yang dibuka
sering disebut documentary letter of credit, yakni pembayaran L/C yang dijamin dengan
dokumen.
Pihak – Pihak Dalam Letter of Credit
Dalam suatu mekanisme L/C
terlibat secara langsung beberapa pihak yaitu:
1.
Pembelian atau
disebut juga buyer, importer
2.
Penjual atau
disebut juga seller atau eksporter
3.
Bank pembuka atau
disebut juga opening bank, issuing bank
4.
Bank penerus atau
disebut juga advising bank
5.
Bank pembayar
atau paying bank
6.
Bank pengaksep
atau accepting bank
7.
Bank penegosiasi
atau negotiating bank
8.
Bank penjamin atau
confirming bank
Dalam keadaan yang sederhana
suatu L/C menyangkut 3 pihak utama, ialah pembeli, penjual dan bank pembuka.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Dalam L/C
Mengenai hal ini yang menyangkut kewajiban dan tanggung jawab bank sebagai pihak yang berurusan dengan dokumen - dokumen, telah diatur secara lengkap yang garis besarnya dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.
Bank wajib
memeriksa semua dokumen dengan ketelitian yang wajar untuk memperoleh kepastian
bahwa dokumen – dokumen itu secara formal telah sesuai dengan L/C
2.
Bank yang member kuasa
kepada bank lain untuk membayar, membuat pernyataan tertulis pembayaran berjangka,
pengaksep atau menegosiasi dokumen, maka bank yang member kuasa tersebut akan
terikat untuk mereimburse.
3.
Issuing bank
setelah menerima dokumen dan menganggap tidak sesuai dengan L/C yang
bersangkutan, harus memetapkan apakah akan memerima atau menolaknya.
4.
Penolakan dokumen
harus diberi tahukan dengan telekomunikasi atau sarana tercepat dengan
mencantumkan penyimpangan – penyimpangan yang ditemui dan minta penegasan
status dokumen tersebut.
5.
Issuing bank akan
kehilangan hak menyangkut bahwa dokumen – dokumen itu tidak sesuai dengan
syarat – syarat L/C
6.
Bila bank
pengirim dokumen manyatakan terdapat penyimpangan pada dokumen dan memberitahukan
bahwa pembayaran, pengaksepan atau penoegosiasian dengan syarat atau berdasarkan
indemnity telah dilakukannya
7.
Bank – bank dianggap
tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab mengenai :
·
Bentuk,
kecukupan, ketelitian, keaslian, pemalsuan atau keabsahan menurut hukum
daripada tiap – tiap dokumen
·
Syarat – syarat khusus
yang tertera dalam dokumen – dokumen atau yang ditambahkan padanya
·
Uraian, kuantitas,
berat, kualitas, kondisi, pengepakan, penyerahan, nilai atau adanya barang –
barang
·
Itikad baik atau
tindakan – tindakan dan atau kealpaan, sesanggupan membayar utang, pelaksanaan
pekerjaan atau standing daripada si pengirim
8.
Bank juga
dianggap tidak terikat kewajiban atau tanggung jawab atas akibat - akibat yang timbul karena kelambatan dan atau
hilang dalam pengiriman daripada berita – berita, surat – surat atau dokumen –
dokumen.
9.
Bank – bank tidak
terikat kewajiban atau tanggung jawab sebagai akibat yang timbul karena
terputusnya bisnis mereka disebabkan hal – hal diluar kekuasaannya.
10. Bila bank mempergunakan jasa – jasa bank lain dalam
melaksanakan instruksi applicant, maka hal tersebut adalah atas beban dan
resiko applicant.
L/C yang merupakan singkatan
dari letter of credit, kadang disebut juga sebagai credit khususnya dalam Uniform
Customs and Practise (UCP). Disamping itu Documentary Credit juga dikenal sebagai istilah yang umumnya
dipakai dalam konfirmasi L/C (lembaran L/C). Documentary Credit mengandung arti bahwa bank hanya bertanggung jawab
sebatas dokumen dan tidak bertanggung jawab atas komoditi yang dikapalkan
apakah sesuai dengan yang tersurat dalam dokumen. Singkat kata petugas bank
tidak berurusan dengan barang yang dikapalkan.
L/C merupakan janji bayar
dari bank pembuka kepada pihak eksportir sepanjang mampu menyerahkan dokumen
yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. bagi para nasabah importir, BCA
menyediakan jasa layanan untuk penerbitan berbagai jenis L/C, mulai dari Sight
L/C (atas unjuk), Usance L/C (berjangka), Red Clause L/C (pembayaran dimuka),
hingga Standby L/C. penerbitan L/C dapat dilayani dalam 22 mata uang asing ke
berbagai penjuru dunia dimana anda bermitra bisnis.
Suatu instrument (dapat
berupa telex, swift, surat) yang dikeluarkan oleh bank (bank penerbit L/C) atas
permintaan nasabahnya (importir/buyer/applicant) yang memebrikan kuasa kepada
penjual (eksportir/seller/beneficiary) untuk menarik dengan sehelai wesel/draft
sejumlah uang jika telah memenuhi syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan yang
tercantum dalam instrumen tersebut.
Manfaat Bagi Nasabah:
·
Nasabah (eksportir)
mendapat jaminan pembayaran atas barang yang mereka ekspor, sedangkan bagi
nasabah (importir) mendapat jaminan penerimaan barang yang mereka impor.
·
Karyawan mempunyai
alternative lain dalam memanfaatkan dana yang dimiliki.
·
Menghindari korespondensi
yang berkali – kali
Persyaratan yang Harus Dipenuhi:
L/C Impor
·
Copy API (Angka
Pengenal Impor)
·
SUIP/NPWP/TDP/Akte
Pendirian Perusahaan
·
Copy KTP pejabat
perusahaan
·
Copy tanda tangan
pejabat yang berwenang menandatangani dokumen impor
·
Mengisi dan
menandatangani formulir Syarat – Syarat Umum Pembukaan L/C
·
Mengisi dan
menandatangani formulir Penggunaan fasilitas L/C Sight/Usance
·
Membuka rekening
di bank (untuk memudahkan pemotongan biaya – biaya yang timbul dalam proses L/C
impor)
SKBDN (Surat Berdokumen Dalam Negeri)
·
SIUP/NPWP/TDP/Akte
Pendirian Perusahaan
·
Copy KTP pejabat
perusahaan
·
Copy tanda tangan
pejabat yang berwenang menandatangani dokumen SKBDN
·
Mengisi dan
menandatangani formulir Syarat – Syarat Umum Pembukaan SKBDN
·
Membuks rekening
di bank
L/C Ekspor
·
SIUP/NPWP/TDP/Akte
Pendirian Perusahaan
·
Copy KTP pejabat
perusahaan
·
Copy tanda tangan
pejabat yang berwenang menandatangani dokumen ekspor
·
Mengisi dan
menandatangani formulir Syarat – Syarat Umum Pengoperan Wesel ekspor
·
Menyerahkan L/C
asli untuk negosiasi (jika L/C tidak melalui bank pelaksana negosiasi)
·
Membuka rekening
di bank
Jenis – Jenis L/C
Bermacam – macam L/C yang diketahui
dalam dunia per-L/C-an dimulai dari L/C yang dibatasi negoisasinya (restricted)
samapi pada yang bebas negosiasinya (freely negotiable). Namun ada 3 jenis L/C
yang paling lazim dijumpai dalam prkatek yaitu dilihat pada saat pembayarannya:
1.
Sight L/C
Adalah L/C
yang bila semua persyaratan dipenuhi, maka bank negosiasi paling lama dalam 7
hari kerja wajib melunasi atau membayar nominal L/C kepada eksportir.
Dengan demikian,
sight L/C (L/C unjuk) bisa dikategorikan sebagai L/C yang tunai pada saat
diperlihatkan semua dokumen pengapalan (shipping documents) yang lengkap tanpa
penyimpangan (discrepancies) pada saat itulah pembayaran akan dilakukan oleh
bank kepada eksportir. Oleh karena itu digolongkan sebagai L/C yang aman
(safety L/C).
2.
Usance L/C
Berbeda dengan
sight L/C, maka usance L/C dimaksudkan bahwa pembayaran baru bisa dilunasi jika
L/C tersebut sudah jatuh tempo yaitu sekian hari dari tanggal pengapalan atau
tanggal bill of lading, dengan demikian berarti eksportir member kredit kepada importir
dimana barang dikirim terlebih dahulu, kemudian pembayaran dilakukan. Usance L/C
dapat dilakukan kalau eksprotir sudah percaya dengan importir.
3.
Red Clause L/C
Jika usance
L/C dibayarkan kemudian hari oleh importir setelah barang pesanan tiba,
sebaliknya red clause L/C adalah terbalik disbanding dengan usance L/C yaitu
pembayaran dilakukan oleh bank negosiasi kepada eksportir sebelum barang
dikapalkan. Dengan demikian importir member kerdit kepada eksportir. Terlihat adanya
pre-financing bagi eksportir.
4.
Revolving L/C
Bila L/C
dengan jumlah US$ 200 sebagai nominal L/C pada saat dibuka, namun shipment bisa
dilakukan sampai lima kali, maka dalam realisasinya, nominal L/C bertambah menjadi
US$ 1000. Ini diartikan sebagai revolving L/C. Hal ini digunakan untuk
menghindari biaya pembukaan L/C yang tinggi. Sudah pasti dengan revolning L/C
pengapalan sebagian (partial shipment) akan diperbolehkan.
5.
Transferable L/C
Andai kata
pada saat L/C ingin di realisasi, ternyata adanya kesulitan teknis atau
kurangnya kapasitas produksi, maka L/C tersebut terbuka kemungkinan dialihkan
atau ditransfer kepada pihak lain atau beneficiary kedua, sehingga yang
mengapalkan barang tersebut adalah beneficiary kedua.
6.
Standby L/C
Adalah jenis
L/C yang berlainan dengan L/C yang berlaku di dunia ekspor impor, karena L/C
ini tidak menyangkut pembayaran ekspor impor. Tetapi hanya berfungsi sebagai
jaminan bank atau bank guarantee yaitu untuk meng-backup bilamana terjadi
wanprestasi dari beneficiary atau pihak yang utang baik untuk pemborang atau
pihak yang berhutang, baik untuk penyelesaian bangunan gedung maupun hutang
lainnya.
7.
Confirmed L/C
Adalah L/C
yang pembayarannya dijamin oleh dua bank, yakni bank pembuat L/C dan bank
penyampai L/C atau bank negosiasi, artinya L/C ekspor yang diterima pihak bank
penyampai L/C tersebut di backup atau di confirm kembali atau dijamin kembali
pembayarannya oleh bank penerima L/C, dengan demikan apabila terjasi kepailitan
atau kerugian atas bank pembuka L/C, maka bank penyampai itulah yang akan
menyelesaikan pembayaran L/C-nya semua persyaratan L/C-nya dipenuhi.
8.
Back to back L/C
Sebenarnya L/C
jenis ini adalah L/C yang dibuka berdasarkan L/C yang pertama (master L/C) yang
nilai satuan barang dagangannya lebih tinggi yang diterima oleh trader atau
perantara. Maka berdasarkan L/C tersebut dibukalah L/C yang baru atau L/C yang
kedua, yang sering disebut dengan back to back L/C. cirri khas dari L/C ini
dapat dipantau dari pelabuhan tujuan atau negara tujuannya. Bila L/C dibuka
dari singapura pelabuhan tujuannya di Colombo. Hal ini member indikasi bahwa
barang tersebut bukanlah untuk kepentingan trader atau pembuka L/C di
singapura, akan tetapi untuk pembeli yang sebenarnya yang berada diluar singapura,
sehingga dipakai switch bill of lading untuk menghilangkan jejak eksportir di Indonesia.
9.
Irrevocable L/C
Dilihat dari
kemungkinan dibatalkannya L/C oleh pihak pembuka L/C dan bank pembuka, maka
kita mengenal irrevocable L/C dan recocable L/C. Yaitu L/C yang tidak dapat
dibatalkan dan L/C yang dapat dibatalkan sepihak. UPC 500 menetapkan bila tidak
dicantumkan kepastiannya, akan dianggap sebagai irrevocable.
Kasus L/C Fiktif Bank BNI
Latar Belakang
Kasus pembobolan bank BNI
menjadi isu yang mengejutkan masyarakat Indonesia di akhir tahun 2003, dimana
bank BNI mengalami kerugian sebesar Rp 1,7 triliun yang diduga terjadi karena
adanya transaksi ekspor fiktif melalui surat Letter of Creadit (di singkat L/C).
kasus ini menjadi fenomenal karena selain merugikan keuangan Bank BNI tetapi
juga berimbas pada keuangan Negara secara makro.
Profil Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun
1946. Perusahaan public ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank
Mandiri da BCA dengan total asset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank
kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan
stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen
pasar korporasi, komersialdan konsumer.
Budaya Perusahaan
1.
BNI adalah bank
umum berstatus perusahaan publik.
2.
BNI berorientasi
kepada pasar dan pembagunan nasional.
3.
BNI secara terus
menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra
usaha.
4.
BNI mengakui
peranan menghargai kepentingan pegawai .
5.
BNI mengupayakan
terciptanya semangat kebersamaamn agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban
secara profesional.
RINGKASAN KASUS
Awal terbongkarnya kasus
menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan agustus 2003. Dari
audit itu diketahui bahwa pada posisi euro yang gila – gila besarnya, senilai
52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran
euro di Indonesia terbesar dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari
audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan Negara bakal
rugi lebih dari satu triliun rupiah.
Penjelasan mengenai L/C
fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut:
·
Waktu kejadian :
Juli 2002 s/d Agustus 20003
·
Opening bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya
Ltd, The Wall Street Banking Corpdan Middle East Bank Kenya Ltd.
·
Total nilai L/C :
USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 triliyun
·
Beneficiary/penerimaan
L/C : 11 perusahaan di bawah Gramarindo Group dan 2 perusahaan dibawah Petindo
Group
·
Barang ekspor :
pasir kuarsa dan minyak residu
·
Tujuan ekspor :
congo dan Kenya
·
Skim : usance L/C
KRONOLOGI
1.
Bank BNI cabang
Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan issuing bank: Rosbank Switzerland,
Dubai Bank Kenya Ltd, the wall street banking corp, dan middle east bank Kenya Ltd.
Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian
bank tersebut diatas, mereka memakai bank mediator yaitu American express bank
dan standart chartered bank
2.
Beneficiary mengajukan
permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C – L/C
tersebut diatas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group
menerima Rp. 1,6 triliun dan Petindo Group menerima Rp. 105 M.
3.
Setelah beberapa
tagihan tersebut jatuh tempo, opening bank tidak bisa membayar kepada BNI dan
nasabah pun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan
sebelumnya.
4.
Setelah diusut
pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
5.
Gramarindo Group
telah mengembalikan sebesar Rp. 542 M, sisanya (Rp. 1,2 T) merupakan potensi
kerugian BNI.
Dalam menanggapi
kasus ini menajemen Bank BNI mengataklan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan
belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaan
– pertanyaan adalah apakah mengkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor
fiktif? Minimnya informasi mengenai system pembayaran perdagangan internasional
melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan
mengenai kasus pembobolan bank BNI
SOLUSI
System dan prosedur pengamanan transaksi L/C
khususnya di bank – bank BUMN termasuk bank BNI cukup baik karena telah
dibangun dan disempurnakan selama bertahun – rahun antara lain berdasarkan
pengalaman – pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi system pengamanan
yang baik saja tidak cukup. Masih deperlukannya sikap dari para petugasnya. Sekalipun
system pengamanan sudah demikian baik tetapi apabila para petugas bank sengaja
melanggar system dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik bank akan kebobolan
juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan
pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan
pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya pelayanan yang dirasa sangat
memuaskan nasabah akan mengorbankan system pengamanan. Menghadapi dilemma ini
bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin
keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian ternyata
transaksi dalam kasus bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan
indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern bank
BNI. Transaksi L/C kedua group usaha yang menjadi beneficiary telah
dinegosiasikan oleh bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului
adanya akseptasi dari bank penerbit.
Disamping itu dokumen –
dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa
kelengkapan dokumen. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor
besar bank BNI para eksportir yaitu perusahaan – perusahaan yang termasuk
gramarindo Group dan petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain
dari hasil verifikasi kepada pejabat bea cukai cabang Belitung menyangkut
pemebritahuan ekspro barang (PEB) Gramarindo Group pejabat bea cukai cabang Belitung
menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu, penyelesaian
pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut
yang telah dinegosiasikan dilakuka bukan oleh bank pembuka L/C (issuing Bank),
melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan
penyetoran atau melalui pendebitan rekening para elsportir tersebut.
Sebagai mana diketahui, atas
laporan kantor besar bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah
menahan pegawai bank BNI Kebayoran Brau yang terlibat, yaitu Koesadlyuwono
(Mantan pemimpin Cabang bank BNI Kebayoran Baru) dan Eddy Santoso (Mantan
customer service manager luar negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar